Trend Busana Muslim

altBusana muslim kini memang tak bisa dianggap sepele. Terbukti, dengan pencatatan transaksi luar biasa dari sektor busana muslim di pasar dunia yang mencapai 96 miliar dollar AS atau sekitar Rp 820,799 triliun, tak salah jika Jakarta mencanangkan diri menjadi pusat mode busana muslim dunia.

Jakarta Fashion Week 2012 menampilkan busana muslim dalam rangkaian pekan mode terbesar di Indonesia, yang diselenggarakan pada 12-18 November 2011 di Pacific Place, Jakarta. Jakarta Fashion Week adalah upaya Femina Group untuk memajukan industri mode Indonesia sekaligus menjadikan Jakarta sebagai salah satu pusat mode di Asia.

Faktanya, jilbab sudah menjadi trend muslimah. Kalangan eksekutif dan professional, para politikus, bahkan para artis yang menjadi trend setter para remaja makin marak berbusana muslim. Di tengah perkembangan trend berbusana muslim yang menggembirakan,  kita prihatin dengan minimnya pemahaman tentang kriteria busana muslim yang syar’iy. Sehingga yang berkembang adalah kerudung gaul. Yang penting memakai kerudung. Mode busana bisa berkembang dengan kreasi tanpa batas, bahkan berkiblat ke pusat mode dunia di Paris.

Bagaimanakah busana muslim seharusnya?

Dalil Syar’iy Busana Muslim

Masalah pakaian termasuk dalam masalah yang tauqifiyah, yaitu harus sesuai dengan perintah syara’ tanpa ada illat (alasan ditetapkannya). Jadi mode busana muslim harus sesuai dengan hukum syara’ baik yang ada di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah.  Oleh karena itu, mode busana muslim harus memperhatikan batasan aurat, batasan mahram serta batasan tempat dimana perempuan itu berada (kehidupan khusus di dalam rumah atau kehidupan umum).

Dalam kehidupan umum, mode busana muslimah yang tercantum dalam Al Qur’an adalah perpaduan antara busana bagian atas yaitu kerudung (QS An Nuur: 31) dan busana bagian bawah yaitu jilbab (QS Al Ahzab: 59).

Busana muslimah harus menutupi seluruh aurat wanita. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits yang bersumber dari penuturan Qatadah, bahwa Nabi saw bersabda: “Jika seorang anak perempuan telah mencapai balligh (sudah haidh), tidak pantas terlihat dari dirinya selain wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya)”.

Batasan Kerudung

Tidak boleh tipis. Imam Malik meriwayatkan hadits dari Al Qomah dari ibunya yang berkata: “Hafshah binti Abdurrohman pernah datang kepada ‘Aisyah dengan mengenakan kerudung yang tipis, maka ‘Aisyah menyobeknya lalu menggantinya dengan kerudung yang tebal”.

Bila tipis, maka harus diberi lapisan tebal dibawahnya. Diriwayatkan dari Dihya bin Khalifah lalu Al Kalbi ra yang berkata: Pernah Rasulullah saw diberi beberapa helai kain qibthi lalu beliau memberikan sehelai kepadaku. Beliau bersabda: “Sobeklah menjadi 2 lembar, lalu potong salah satu diantaranya menjadi baju. Sisanya berikan kepada isterimu untuk kerudungnya”. Sewaktu Dihya mundur beliau saw bersabda: “Suruhlah istrimu membuat rangkapan kain tebal di bawah kerudung itu agar tidak tampak warna kulitnya (kalau hanya kain qibthi yang tipis).

Batas minimal panjang kerudung adalah menutupi juyuub. Juyuub bentuk jama’ dari jayb (kerah pakaian yang terlipat dan terbuka disekitar leher dan di atas dada pada pakaian). Panjangnya kira-kira 3 lubang kancing baju, sehingga pakaian bisa dimasuki kepala perempuan ketika mengenakan pakaian itu. Alloh berfirman:  “….Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya di atas juyuubnya…” (QS An Nuur: 31)

Kerudung harus menutupi kepala, rambut, 2 telinga, leher dan dada (juyuub).  Karena perempuan yang telah mencapai balligh maka tidak boleh memperlihatkan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya (sampai pergelangan tangannya). Beliau saw kemudian melilitkan kain tersebut dengan kedua tangannya kearah pelipis (kepalanya) hingga yang tampak hanya bagian wajahnya”.

Batasan Jilbab

Jilbab adalah pakaian muslimah untuk keluar rumah. Alloh berfirman:“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…”. (QS Al Ahzab: 59)

Jilbab untuk menutupi pakaian rumah. Hadits dari Ummu ‘Athiyah yang berkata: “Rasulullah saw telah memerintahkan kepada kami untuk keluar (menuju lapangan) pada saat Hari Raya Idhul Fithri dan Idhul Adha, baik perempuan tua, yang sedang haid, maupun perawan.  Perempuan yang sedang haid menjauh dari kerumunan orang yang shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum muslim. Aku lantas berkata: “Ya Rasulullah saw, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab”.  Beliau bersabda: “Hendaklah salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya”. 

Ketika Ummu Athiyah bertanya tentang seseorang yang tidak punya jilbab, tentu perempuan itu bukan dalam keadaan telanjang, melainkan dalam keadaan memakai pakaian yang biasa dipakai di dalam rumah (mihnah), yang tidak boleh dipakai untuk keluar rumah. Terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa jilbab adalah kain luar yang berfungsi untuk menutupi pakaian keseharian (di dalam rumah), yang menutupi seluruh tubuh wanita dari atas sampai bawah (leher sampai kaki).

Berbentuk satu potong terusan (bukan 2 potong). Alloh SWT berfirman:  “…Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka)” (QS Al Ahzab: 59).  Menurut Ali Manshur Nashif dalam kitab At Taaj Al Jaami’ Lil Ushulil fii Ahadits Ar Rasul, “jalaabibihinna” (dalam QS Al Ahzab: 59) adalah bentuk jamak dari jilbaab yang artinya pakaian perempuan yang dipakai di luar kerudung atau baju gamis yang berfungsi menutupi seluruh tubuh.  Menurut kamus Munawir dan Al Ma’louf, jilbab diartikan jubah.

Berukuran luas atau lebar. Al Jawhari dari kamus Ash Shahhab menyatakan: “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah).  Kamus Al Muhith menyatakan: “Jilbab itu laksana terowongan (sirdab) atau lorong (sinmar), yakni pakaian yang longgar bagi perempuan yang dapat menutupi pakaian keseharian (pakaian rumah)”.

Tidak boleh transparan atau harus menutupi warna kulit. Usamah telah memberikan kain qibthiyah (jenis kain yang tipis) untuk pakaian istrinya.  Rasulullah saw bersabda: “Suruhlah istrimu untuk mengenakan kain pelapis (puring) lagi dibagian dalamnya, karena sesungguhnya aku khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak (terlihat warna kulitnya)”.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Perempuan yang mengenakan pakaian yang transparan, yang menyimpang dari hak dan mendorong suaminya menyimpang dari kebenaran, tidak akan masuk surga, bahkan tidak dapat mencium baunya, sedang bau surga itu dapat ditemui dari jarak lima ratus tahun”.

Tidak boleh mencolok atau menarik perhatian. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berpakaian untuk berbangga-bangga (pamer), maka di hari akhir Alloh akan memakaikan kepadanya pakaian kehinaan, kemudian membakarnya  bersamanya”.

Tidak menyerupai pakaian orang kafir. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa meniru atau menyerupai cara hidup suatu kaum, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka”. “Barangsiapa yang meniru cara hidup orang musyrik hingga matinya, maka dia akan dibangkitkan di hari akhir bersama-sama mereka”.

Tidak menyerupai pakaian pria. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki”.

Diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kakinya (irkha’). Alloh berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab atas diri mereka” (QS Al Ahzab: 59). Ibnu Umar menuturkan: “Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat”.  Ummu Salamah bertanya: “Apa yang harus dilakukan perempuan terhadap ujung bawah pakaiannya?” Rasulullah menjawab: “Hendaklah diulurkan sejengkal”. Ummu Salamah berkata lagi: “Kalau sudah begitu kedua kakinya masih tampak?”. Rasulullah menjawab: “Hendaklah diulurkan sehasta dan jangan ditambah”.  Riwayat Imam Turmudzi dan Imam Thabrani mengatakan: “Sesungguhnya Nabi saw pernah mengukur satu jengkal buat Siti Fathimah dimulai dari kedua mata kakinya, kemudian beliau bersabda: “Inilah ujung kain seorang perempuan”.

0 komentar

Posting Komentar