Saat semua berjalan seolah sempurna dari kacamata kejauhan, maka yang terlihat adalah kebahagiaan. Namun ternyata hidup itu bagaikan jalan yang panjang, penuh kerikir kecil dan besar. Bahkan kadang ada Lubang yang kapan saja bisa menghalangi jika kita tidak hati-hati. Memasuki 32 Tahun usiaku, 5 Tahun lebih pernikahanku bersam Istri tercinta @Fresila Nilawati dan dengan seorang jagoan super masa depan Ayah & Bunda @Moch. Yudhistira Maharendra Pranda Putra. Semua dorongan dan kekuatan hidup lahir dari mereka, dan atas petunjuk dan izin Allah Yang Kuasa maka Insya Allah semua mampu dilewati dengan baik, tabah dan penuh rasa bahagia.

Jadilah cermin untuk apa yang kita inginkan, jika ingin orang lain berlaku baik kepada kita, maka jadilah baik kepada orang lain atau siapapun makhluk yang merupakan ciptaan Allah. Lakukan sekecil apapun kebaikan pasti akan berbuah baik. Sejatinya semua kebaikan/keburukan akan kembali lagi kepada kita. Sederhananya, jika kita melihat sampah disekitar tolong ambil dan buang pada tempatnya. Minimal diperjalanan kita makan sesuatu dan tidak ada tempat sampah maka kantongi sampahnya sampai menemukan tempah sampah lalu kemudian buang. Punya makanan berlebih bagi dengan sesama yang sekiranya membutuhkan, NIAT kan semua dari hati maka dengan sendirinya semesta akan membantu.

Best My Litle Family.....Insya Allah Bahagia Selalu. Amiiin..............................................

Natal, Sejarah Yang Tersembunyi

Pastur Herbert W. Amstrong, pemimpin Worldwide Church of God AS, menegaskan jika tidak ada satu dalil pun, termasuk dari Alkitab, yang menyebutkan Yesus dilahirkan pada 25 Desember. Amstrong mengutip Injil Lukas 2:11 yang menceritakan suasana ketika Yesus dilahirkan:

“Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di kota Daud.”

Lalu Amstrong menulis, “Tidak mungkin para penggembala ternak itu berada di padang rumput Yudea pada bulan Desember yang teramat dingin. Biasanya mereka melepas ternak ke padang dan lereng-lereng gunung dan paling lambat tanggal 15 Oktober, ternak-ternak itu sudah dimasukkan kembali ke kandang untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Dalam kitab Kidung agung 2 dan Ezra 10:9, 13, dijelaskan bahwa jika musim dingin tiba, tidak mungkin para gembala dan ternaknya berada di padang terbuka di malam hari.”

“Di ensiklopedia manapun atau juga di kitab suci Kristen sendiri, kita tidak akan pernah menemukan bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember. Encyclopedia Catholic sendiri dengan tegas mengakui fakta ini,” tandas Amstrong.

Ditetapkannya tanggal 25 Desember sebagai Hari Lahir Yesus (Natal) dilakukan penguasa Roma pada tahun 354 M, dengan mengganti perayaan kelahiran anak dewa Matahari-Mithra, dengan hari kelahiran Yesus. Rakyat Mesir Kuno sendiri juga sudah terbiasa merayakan hari kelahiran anak Dewi Isis (Dewi Langit) bernama Osiris pada 25 Desember jauh sebelum Yesus lahir. Tindakan ini membuat marah para pemuka Gereja Kristen Syiria dan Armenia yang telah terbiasa merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Mereka ini mengecam penguasa Roma. “Penyusupan ajaran pagan ke dalam agama Kristen ini dilakukan oleh Cerinthus…,” ujar Amstrong.

Pohon Terang

Saat ini, setiap menjelang Natal, selalu saja di mana-mana didirikan Pohon Terang, yakni pohon cemara yang diberi kerlap-kerlip lampu dan aneka hiasan di dahan-dahannya, dan di puncak paling tinggi biasanya dihiasi dengan hiasan bintang terang. Bahkan pertama kali dalam sejarah negeri ini, di halaman Istana Negara di Medan Merdeka Utara, Jokowi merestui pendirian dua Pohon Terang yang berukuran besar.

Lantas dari mana asal usul Pohon terang ini? Sama seperti Natal 25 Desember, Pohon Terang atau Pohon Natal, juga tidak ada dan tidak pernah dianjurkan oleh Tuhan maupun Yesus untuk mengadakan atau merayakannya. Semua itu diadopsi dari ajaran pagan Babilonia, di mana ajaran sihir Kabbalah—ruh dari Talmud dan Zionisme, berasal. Pohon itu sendiri disebut dengan istilah “Mistleto” yang biasanya dipakai pada perayaan musim panas, sebagai persembahan suci kepada matahari.

Dalamperayaan itu ada tradisi berciuman di bawah pohon itu yang merupakan awal acara di malam hari, yang dilanjutkan dengan pesta makan dan minum sepuas-puasnya, sebagai perayaan yang diselenggarakan untuk memperingati kematian “Matahari Tua” dan kelahiran “Matahari Baru” di musim panas.

Rangkaian  bunga  suci  yang  disebut  “Holly  Berries”  juga  dipersembahkan kepada dewa Matahari. Sedangkan batang pohon Yule dianggap sebagai wujud dari dewa matahari. Begitu pula menyalakan lilin yang terdapat dalam upacara Kristen hanyalah kelanjutan dari kebiasaan kafir pagan, sebagai tanda penghormatan terhadap dewa matahari yang bergeser menempati angkasa sebelah selatan.

Encyclopedia Americana menjelaskan sebagai berikut: “Rangkaian bunga Holly, pohon Mistletoe dan batang pohon Yule… yang dipakai sebagai penghias malam Natal adalah warisan dari zaman sebelum Kristen.”

Frederick J. Haskins dalam bukunya Answers to Questions menyebutkan, “Hiasan yang dipergunakan saat upacara Natal adalah warisan dari tradisi agama penyembah berhala (paganisme) yang menghiasi rumah dan tempat peribadatan mereka, yang waktunya bertepatan dengan malam Natal sekarang. Sedangkan pohon Natal, itu berasal dari kebiasaan Mesir Kuno yang sudah ada jauh sebelum lahirnya agama Kristen.”

Sangat disayangkan, kebanyakan orang-orang Kristen tidak memahami asal-usul Pohon Terang yang sesungguhnya dilarang oleh Alkitab. Tentang Pohon Terang, Bibel menyatakan:

“Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa­bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adaIah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun tidak dapat. ” Tidak ada yang sama seperti Engkau, ya Tuhan! Engkau besar dan nama-Mu besar oleh keperkasaan. ” (Yeremia 10:2-6)

Sinterklas

Sinterklas atau Santa Claus juga bukan berasal dari Alkitab, namun mahluk ini diciptakan oleh Pastur bernama Santo Nicolas yang hidup pada abad ke-4 M. Encyclopedia Britannica edisi XI halaman 648-649 menulis:

“St. Nicholas, adalah seorang pastur di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember. Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga orang anak wanita miskin. Untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu, hal ini digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus…”

Jadi jelaslah, jika Natal pada 25 Desember beserta dengan pernak-perniknya sama sekali bukan berasal dari Bibel, melainkan dari ajaran kafir paganisme. Soal Natal 25 Desember, Yesus tidak pernah menyinggung-nyinggung tentang ini semua.

Bahkan Bibel berkata, “Maka hati-hatilah, supaya jangan engkau kena jerat dan mengikuti mereka, setelah mereka dipunahkan dari hadapanmu, dan supaya jangan engkau menanya-nanya tentang tuhan mereka dengan berkata: Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada illah mereka? Aku pun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap Tuhan, Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi Tuhan, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi illah mereka; bahkan anak-anaknya lelaki dan anak-anaknya perempuan dibakar mereka dengan api bagi illah mereka. (32) Segala yang kuperintahkan kepadamu haruslah kamu Iakukan dengan setia, jangan­lah engkau menambahinya ataupun menguranginya. ” (Ulangan 12:30-32)

“Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perin!ah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia. ” (Markus 7: 7-8)

“Bukan setiap orang yang berseru kepada­Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapaku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:21-23)

BY : Reef Al-Qolamy

Timnas Menang Atas Thailand, Kenapa Umat Islam Yang Dibully?

Sejak dari kemarin (15/12) saya cermati, setelah Timnas Indonesia menang 2-1 melawan Thailand dalam laga kandang final AFF, tapi koq justru umat Islam yang dibully di media sosial.

Kira-kira kurang lebih seperti ini opini yang dikembangkan untuk membully umat Islam: “Pelatih Timnas kafir dan Kapten Timnas kafir tapi bisa membawa Indonesia menang melawan Thailand”.

Orang kafir bisa membawa Indonesia maju. Begitulah kira-kira logika yang hendak dibangun disebar untuk mempengaruhi publik. Sehingga saya menafsirkan, sasarannya jelas mengarah pada konteks politik kontemporer saat ini, terutama menjelang Pilkada DKI Jakarta. Padahal, keduanya sama sekali tidak saling berhubungan apapun.

Saya sebenarnya tidak ingin memberi komentar. Walau saya punya banyak argumen dan data untuk menyatakan opini tersebut cacat sejak dalam fikiran.

Sebagai orang yang meneliti tentang Religusitas Sepak Bola dan penulis buku “Pemuja Sepak Bola” saya paham betul memang di Eropa ada klub sepak bola yang didirikan dengan sentimen agama. Namun, komentar miring secara bertubi terus mengisi ruang media sosial tersebut perlu diluruskan.

Kasihan orang awam, dirusak fikirannya oleh opini yang dikembangkan dengan logika falasi (cacat berfikir) seperti itu. Atas dasar itu saya ingin berikan pandangan begini:

Pertama, Soal istilah kafir. Sebagai kata yang digunakan untuk menyusun bahasa, kata kafir itu sejatinya independen dan otonom. Dia sama dengan kata muslim, mukmin, merah, putih, suka, benci dst. Kafir dapat diterjemahkan sesuai makna otonom yang melekat di dalamnya.

Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) dalam syariat Islam diartikan sesuai etimologi sebagai “orang yang menutupi kebenaran risalah Islam”. Istilah ini mengacu kepada orang yang menolak Allah SWT, atau orang yang bersembunyi atau menutup dari kebenaran akan agama Islam.

Istilah kafir merupakan istilah resmi yang digunakan dalam Al-Qur’an (misalnya lihat QS 2 : 6, 212, QS 3 : 28, 32, 54, QS 4 : 139, QS 5 : 86, dll) untuk menjelaskan terminologi sosial dari kelompok masyarakat berbasis teologis. Simpelnya begini, dalam Islam keyakinan manusia itu digolongkan pada 2 kelompok besar, MUSLIM dan KAFIR. Dua kelompok besar ini nanti bisa dibagi lagi sesuai karakteristik dan kondisi sosiologisnya.

Jadi, istilah kafir itu bagian dari bahasa Al-Qur’an. Artinya, itu ajaran atau pemahaman resmi dalam Islam. Umat Islam seharusnya jangan alergi dengan istilah kafir. Tidak perlu risih apalagi takut mempelajari dan membahas persoalan kafir.

Nah, agaknya karena penggunaan istilah kafir secara sosial terlalu keras dan tegas jadi bikin resah kelompok orang yang tidak memahaminya. Seperti garis, dia terlalu tebal untuk membedakan antara orang Muslim dan Bukan Muslim. Garis tebal ini yang bikin risau sehingga muncul tawaran menggunakan istilah Non-Muslim yang lebih lembut untuk merujuk kepada Kafir. Agaknya demikian juga halnya dengan kata “Auliya” dalam surat Al-Maidah 51, dilembutkan maknanya dari Pemimpin menjadi Teman Dekat.

Poin saya, dalam penggunaan bahasa juga ada pertarungan ideologis. Anda mau pakai istilah kafir atau non muslim, itu pilihan yang penting ada kesadaran ideologis dalam memilih kata yang hendak digunakan. Bagaimana pandangan saya terkait soal ini?

Bagi saya, istilah kafir sebaiknya digunakan untuk internal sesama muslim, sedangkan secara eksternal dapat menggunakan istilah non-muslim.

Karena ini menyangkut urusan Teologis, menurut saya istilah Muslim atau Kafir sama sekali tidak berhubungan dengan Sepak Bola, terutama di Indonesia. Karena sepak bola di Indonesia tidak dibangun sebagai identitas teologis, tetapi lebih cenderung menjadi identitas etnis, geografis atau historis. Etnis Sunda relatif mendukung Persib, sama halnya arek Surabaya mendukung Persebaya. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama.

Berbeda halnya dengan sejarah sepak bola di Inggris, Skotlandia, Italia atau Spanyol. Itu sebabnya, beberapa logo klub sepak bola di Eropa menggunakan simbol Teologis seperti salib atau Mahkota Ratu. Contohnya logo AC Milan atau Barcelona. Oleh karena itu pula, perbedaan basis identitas tersebut tidak mempengaruhi fans AC Milan atau Barcelona yang muslim di Indonesia dalam mencintai klub pujaan mereka.

Kedua, Soal karena pelatih timnas dan kapten timnas dari non muslim sehingga berhasil mengalahkan tim Thailand. Saya harus sampaikan ucapan terima kasih pada opini yang mungkin dimaksudkan untuk membully umat Islam Indonesia ini.

Sebab, pandangan dangkal ini justru membawa kita pada hakekat Bhinneka Tunggal Ika, kita berbeda tapi tetap bersatu.

Mereka pemain timnas berbeda agama, tapi mereka tidak saling menghina keyakinan saudaranya. Mereka berbeda tapi tidak saling menyakiti hati saudaranya. Mereka berbeda tapi tidak merasa berbeda karena mereka satu dalam kesatuan. Di dada mereka tersemat Garuda. Untuk diketahui, pada bagian leher dalam jersey yang mereka kenakan tertulis:“Bhinneka Tunggal Ika”.

Coba bayangkan, jika di lapangan mereka saling menghina keyakinan antar pemain, misalnya ada pemain non muslim yang berucap, “Eh, ngapain Lu selebrasi gol pakai nungging segala. Jangan mau dibohongi pakai sujud”. Saya tidak dapat bayangkan bagaimana yang terjadi di lapangan antar pemain muslim dan non muslim. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemain Timnas Indonesia lebih mengerti dengan baik arti Bhinneka Tunggal Ika.

Terkait konsep Bhinneka Tunggal Ika ini, ajaran Islam sudah memberi batas melalui ayat “Lakum Dinukum Waliyadin”, Bagimulah agamamu, Bagikulah agamaku. Singkat, padat, jelas dan lugas. Perbedaan diakui, tapi tidak boleh diadu, dipertentangkan, dibandingkan apalagi dicaci dan dihina.

Berdasarkan dua hal tersebut tentu saya berharap bagi umat muslim jangan takut dan risih dengan penggunaan istilah kafir, karena itu bahasa Al-Qur’an. Bagi saudara saya non muslim, jangan khawatir juga dengan istilah kafir sebab sahabat saya non muslim juga dapat menyebut saudara saya yang muslim dengan sebutan non Kristiani, non Buddha atau non Hindu. Sederhana bukan?

Kita tidak perlu saling curiga dan takut jika kita bisa saling memahami dan mengerti. Saling paham dan saling mengerti, seperti jembatan yang akan membawa kita pada hakekat Bhinneka Tunggal Ika. Kita memang berbeda, itu fakta.

Tapi kita terikat sumpah, bahwa kita bertumpah darah satu, berbangsa satu dan berbahasa satu…

INDONESIA…!

By : Reef Al-Qolamy

Makna Husnudzan Kepada Allah

Husnudzan Kepada Allah

Apa makna husnudzan kepada Allah? dan bagaimana bentuk husnudzan kepada Allah?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Husnudzan (berbaik sangka) kepada Allah termasuk ibadah hati yang memiliki nilai besar. Dan inti dari husnudzan kepada Allah adalah membangun keyakinan sesuai dengan keagungan nama dan sifat Allah, dan membangun keyakinan sesuai dengan konsekuensi dari nama dan sifat Allah.

Misalnya,

Membangun keyakinan bahwa Allah akan memberi rahmat dan ampunan bagi para hamba-Nya yang baik.

Allah berfirman,
وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. an-Nisa: 110)

Membangun keyakinan bahwa Allah akan mengampuni hamba-Nya yang mau bertaubat.

Allah berfirman,
وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS. al-Furqan: 71)

Membangun keyakinan bahwa Allah akan memberi pahala bagi hamba-Nya yang melakukan ketaatan.

Allah berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (QS. al-Baqarah: 277)

Membangun keyakinan bahwa siapa yang tawakkal kepada Allah akan diberi kecukupan oleh Allah.

Allah berfirman,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhan)nya. (QS. at-Thalaq: 3)

Membangun keyakinan bahwa setiap takdir dan keputusan Allah memiliki hikmah yang agung.

Allah berfirman,
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
Tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS. al-Hijr: 21)

Bukan Husnudzan kepada Allah

Karena itulah, bukan termasuk husnudzan kepada Allah, ketika seseorang mengharap pahala dari Allah, sementara dia tidak beramal. Sebagian remaja punya angan-angan, kecil bermain ria, muda foya-foya, mati masuk surga. Keyakinan ini bertentangan dengan banyak dalil yang menyebutkan bahwa Allah akan memberi hukuman untuk orang yang berbuat maksiat.

Ibnul Qoyim mengatakan,

وقد تبين الفرق بين حسن الظن والغرور ، وأن حسن الظن إن حمَل على العمل وحث عليه وساعده وساق إليه : فهو صحيح ، وإن دعا إلى البطالة والانهماك في المعاصي : فهو غرور ، وحسن الظن هو الرجاء ، فمن كان رجاؤه جاذباً له على الطاعة زاجراً له عن المعصية : فهو رجاء صحيح ، ومن كانت بطالته رجاء ورجاؤه بطالة وتفريطاً : فهو المغرور

Sangat jelas perbedaan antara husnudzan dengan ghurur (tertipu). Husnudzan kepada Allah yang mendorong dirinya untuk beramal, menggiringnya beramal, maka ini husnudzan yang benar. Namun jika husnudzan menyebabkan dirinya menjadi pengangguran, atau bahkan tenggelam dalam maksiat, ini ghurur (tertipu). Karena husnudzan adalah membangun harapan. Siapa yang harapannya menyebabkan dirinya semakin taat dan menjauhi maksiat, ini harapan yang benar. Sebaliknya, jika penganggurannya menjadi harapan dan harapannya menyebabkan dia pengagguran dan pelanggaran syariat, maka ini tertipu. (al-Jawab al-Kafi, hlm. 24).

Termasuk juga meyakini Allah akan mengampuninya, sementara dia tetap bertahan dalam kubangan maksiat.

Sering kali ada orang yang diingatkan untuk meninggalkan maksiat, dia tidak mau meninggalkannya dan beralasan Allah Maha Pengampun, pasti akan mengampuni semua dosa hamba-Nya.

Termasuk tidak mau beramal, karena meyakini Allah tidak akan menerima amalnya.

Atau tidak mau berubah menjadi baik, karena anggapan Allah tidak akan menerima taubatnya.

Sering kita jumpai ada wanita yang tidak mau berjilbab, dengan alasan, dirinya kotor, tidak pantas jadi wanita solihah. Dia telah suudzan kepada Allah. Karena dia putus asa dengan rahmat Allah.

Allah berfirman,

وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir..” (QS. Yusuf: 87).

Orang kafir tidak punya harapan untuk mendapat rahmat Allah, karena mereka kafir. Karena itu, janganlah meniru orang kafir, yang pupus harapan untuk mendapat rahmat dari Allah.

Contoh Husnudzan kepada Allah

Diantara bentuk husnudzan adalah membangun harapan untuk mendapat pahala ketika beribadah, atau berharap besar agar doanya dikabulkan ketika berdoa.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي

Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku bersamanya, jika dia mengingat-Ku.” (HR. Bukhari 7405 & Muslim 6981)

Allah memberi balasan dari amal baik hamba, sesuai persangkaan hamba kepada-Nya

Allahu a’lam

By : Reef Al-Qolamy

Aleppo, Berawalnya Perang Akhir Zaman

Eramuslim.com – Perang akhir zaman yang disebut sebagai al Malhamah al Kubra merupakan sebuah pertempuran paling dahsyat yang pernah terjadi di muka bumi antara pasukan kaum beriman melawan kaum kafir, antara pasukan yang dipimpin oleh Imam Mahdi melawan Dajjal. Dikarenakan kedahsyatannya, pembantaian berakhir dengan korban yang sangat besar di kedua belah pihak. Bahkan kaum kafir sampai merilis film berjudul “Armagedon” yang merupakan gambaran perang akhir zaman versi mereka.

Dari Abu Hurairah ra., telah bersabda Rasulullah Saw.,

“Tidak akan terjadi kiamat sehingga bangsa Romawi sampai di A’maq atau Dabiq. Kedatangan mereka akan dihadapi oleh sebuah pasukan yang keluar dari kota Madinah yang merupakan penduduk bumi yang terbaik pada masa itu. Apabila mereka telah berbaris (dan berhadap-hadapan untuk berperang), bangsa Romawi akan menggertak: “Biarkan kami membuat perhitungan dengan orang-orang kami yang kalian tawan (maksudnya adalah bangsa Romawi yang telah masuk Islam)!” Mendengar gertakan itu, kaum muslimin menjawab: “Demi Allah, kami tidak akan membiarkan kalian mengusik saudara-saudara kami!”

[HR. Muslim]

Dabiq adalah nama sebuah kampung yang berjarak empat farsakh dari Kota Halb (Aleppo), termasuk dalam distrik ‘Azaz. Ghuthah adalah sebuah daerah di negeri Syam yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi, sungai-sungai, dan hutan yang lebat. Di kawasan inilah terletak Kota Damaskus.

Ada beberapa faktor yang berkemungkinan menjadi penyebab dipilihnya wilayah tersebut sebagai basis pertahanan pasukan Romawi, antara lain:

Wilayah A’maq dan Dabiq (Aleppo), sekalipun masuk di wilayah Damaskus, namun keduanya merupakan wilayah yang berbatasan dengan negara Turki yang juga dekat dengan hulu sungai Eufrat dan Tigris. Posisi yang dekat dengan wilayah perairan merupakan posisi strategis dalam sebuah pertempuran yang bersandar pada kekuatan senjata manual.
Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam peperangan Badar, saat itu kaum muslimin berahasil menguasai terlebih dahulu sumber-sumber mata air Badar. Ada sebuah riwayat lemah yang dibawakan oleh Nu’aim bin Hamad tentang perang A’maq ini: “Bangsa Romawi (Eropa-Amerika) tidak akan membiarkan tepi pantai (saluran air) pada hari-hari perang besar, kecuali akan mereka kuasai.”

Pilihan wiayah yang berbatasan dengan Turki juga merupakan posisi strategis bagi pasukan Romawi. Dalam hal ini, meskipun mayoritas penduduk Turki adalah muslim, namun secara resmi Turki (pemerintahannya) adalah negara sekuler yang lebih berafiliasi pada Barat Romawi. Turki sendiri telah berupaya untuk diposisikan sebagai bagian dari Uni Eropa daripada masuk di wilayah Timur Tengah. Dalam posisinya yang seperti itu, maka keberadaan mereka mirip seperti Bani Quraizhah yang sudah diikat perjanjian untuk tidak memerangi kaum musslimin, akan tetapi mereka justru berkhianat dan bergabung dengan koalisi Quraisy dalam perang Khandaq. Inilah barangkali yang menjadi salah satu penyebab ditaklukkannya Turki-Konstatinopel oleh Imam Mahdi dan kaum muslimin pasca perang al Malhamah al Kubra. Mereka telah berkhianat kepada kaum muslimin dengan memberikan bantuan dan fassilitas termasuk logistiknya untuk pasukan koalisi Romawi dalam memerangi kaum muslimin.
Dengan memerhatikan dari sudut pandang geografis yang ada, wilayah A’maq dan Dabiq adalah tempat yang paling memungkinkan bagi pasukan Romawi untuk menyerang kaum muslimin. Nampaknya ia menjadi salah satu faktor utama bagi pasukan Romawi karena mereka tidak lagi memiliki energi yang cukup dan persenjataan modern untuk menyerang kaum muslimin di wilayah yang lebih jauh dari tempat itu. Juga wilayah tersebut adalah yang paling memungkinkan untuk ditempuh dengan pasukan infanteri maupun pasukan berkuda mereka (tidak ada wilayah laut/perairan yang menghalangi pasukan mereka untuk sampai di dekat markas kaum muslimin). Ditambah bahwa selama masa yang dibutuhkan untuk sampai ke wilayah tersebut, pasukan Romawi mendapatkan fasilitas dan bantuan dari pihak Turki. Juga jika sewaktu-waktu pasukan mereka harus mundur dalam menghadapi al Mahdi dan kaum muslimin, dengan sangat mudah mereka berlindung di wilayah Turki dan meminta bantuan dari mereka.
Wilayah A’maq dan Dabiq merupakan wilayah yang masuk dalam negara Damaskus. Dalam hal ini, negeri Basyar Asad itu kelak akan menjadi benteng pertahanan kaum muslimin yang terpenting. Imam Mahdi dan pasukannya akan menjadikan negeri Damaskus (Ghuthah) sebagai pusat pertahanan mereka. Hal itu sebagaimana yang telah dinubuwatkan dalam hadits shahih, bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya kota tempat berkumpulnya kaum muslimin pada hari berkecamuk perang yang sangat sengit adalah di Ghuthah dekat sebuah kota yang dinamakan Damaskus, yang termasuk kota terbaik negeri Syam.”

[HR. Abu Dawud]

Ghuthah adalah sebuah daerah di negeri Syam yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang tinggi, sungai-sungai, dan hutan yang lebat. Di daerah inilah terletak Kota Damaskus.

Bahkan Rasulullah Saw. secara tegas menyebutkan kehebatan pasukan Damaskus yang akan menghadapi pasukan Romawi ini. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:

Jika telah terjadi banyak peperangan besar (di akhir zaman), Allah akan mengeluarkan sebuah pasukan mantan budak dari Kota Damaskus. Mereka adalah bangsa Arab yang paling baik kuda dan persenjataannya. Allah akan meneguhkan agama ini melalui perantaraan mereka.

[HR. Ibnu Majah]

(bersambung…)

Sumber: Fatiah al-Adani, Abu. Negeri-Negeri Akhir Zaman. 2013. Jawa Tengah: Granada

By : Reef Al-Qolamy

Empat Pelajaran dari Kecelakaan Air Asia QZ8501



Pesawat udara Air Asia nomor penerbangan QZ8501 jurusan Surabaya – Singapura telah resmi dinyatakan mengalami kecelakaan setelah puing-puing dan jenazah korban ditemukan pada Rabu, 31 Desember 2014. Tanpa mengurangi rasa hormat dan simpati saya kepada keluarga korban, mari kita mengambil pelajaran dari peristiwa kecelakaan tersebut.

Pertama: tentang kematian yang pasti

Saudaraku, dari peristiwa kecelakaan Air Asia ini mengingatkan kita tentang kepastian kematian. Yaitu, bahwa kematian telah Allah tentukan waktu dan tempatnya. Tak ada seorang pun yang dapat berlari darinya. Dan tak ada seorang pun tahu di negeri mana ia akan mati.

Jika sekali waktu Anda membaca berita, “maskapai X masuk dalam daftar 10 penerbangan paling aman di dunia!”, maka — hemat saya — penerbangan tersebut sesungguhnya tidak benar-benar aman dari kematian. Bukankah Allah SWT berfirman, (artinya) “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh…” (QS An-Nisa : 78)

Mari mengambil pelajaran dari peristiwa kecelakaan ini. Bahwa kematian adalah pasti dan Rasulullah SAW menggambarkan tentang beratnya detik-detik menjelang kematian.  Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian. Rasulullah SAW menjawab, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”

Kedua: tentang awan

Meskipun Badan Nasional Keselamatan Transportasi (BNKT) belum memberikan keterangan apapun tentang sebab-sebab kecelakaan, media massa ramai memberitakan bahwa awan adalah (dugaan) penyebab kecelakaan Air Asia dimaksud. Saya tidak ingin membahas tentang sebab kecelakaan itu, namun lebih tertarik untuk mendiskusikan awan dalam perspektif Al-Quran.

Ada banyak ayat dalam Al-Quran yang membahas tentang awan. Salah satunya QS An-Nur: 43 Artinya: “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan lalu mengumpulkannya, kemudian Allah menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari gunung-gunung tinggi, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dihindarkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan”. Ayat ini sangat jelas membahas tentang kandungan awan dan potensi yang dimilikinya. Para ahli mengatakan awan ini sebagai awan Cumulonimbus.

Selain soal awan, pemahaman tentang cuaca secara umum dalam penerbangan memang sangat urgen. Kita tahu, cuaca berubah setiap saat, terutama di bulan Desember dan Januari ini. Angin adalah agen perubahan cuaca yang sangat dahsyat. Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman, “Dan, telah kami turunkan dari angin, air yang banyak tercurah.”  (QS An-Naba:14)

Pada ayat ini, Allah SWT menyebutkan bahwa anginlah yang mengantarkan hujan. Sekilas, kita mendapati ayat ini biasa saja. Tetapi, bila kita telaah, sesungguhnya angin yang menjadi katalisator pembentukan hujan. Singkatnya begini, di atas permukaan laut dan samudra, terjadi gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya yang terbentuk akibat buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah, jutaan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter terlempar ke udara. Partikel ini dikenal dengan aerosol bercampur dengan debu daratan yang terbawa oleh angin, dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer bumi. Partikel-partikel tersebut dibawa ke atas oleh angin dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran air ini lalu terkumpul membentuk awan dan kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk hujan. Karena itu pula, wajib dan mutlak diperlukan dalam dunia penerbangan pemahaman tentang cuaca sebagai syarat penerbangan yang aman.
 
Ketiga: Tentang manfaat besi

Kecelakaan Air Asia ini juga membuka mata kita, umat Islam, untuk lebih menguasai teknologi, terutama teknologi dirgantara. Pesawat udara sering kita dengar dengan sebutan “burung besi.” Dan, kita bersyukur bahwa salah satu ahli yang kita miliki dalam teknologi burung besi adalah Profesor BJ Habibie. Namun, tentu satu BJ Habibie tak cukup. Kita perlu para ahli lain yang mampu mengantarkan bangsa ini pada kemajuan teknologi dirgantara.

Al-Quran dengan tegas mengisyaratkan tentang besi dan bagaimana kita — umat manusia — diminta mampu mengoptimalkan besi. Dalam Al-Quran, bahkan, besi menjadi satu surah sendiri: surah al-hadid atau surah (tentang) besi. Besi adalah bahan dasar utama pembuatan pesawat terbang, dan — karena itu — mutlak wajib dikuasai oleh negara pengolahan dan penjualan besi di negeri ini. Syukurlah kini telah ada aturan (UU Minerba) yang mewajibkan ekspor biji besi (iron ore) setelah dilakukan purifikasi lewat cara smelter, dan dengan demikian kekayaan alam kita tidak beralih ke luar negeri secara semena-mena.

Kembali ke Al-Quran, surah al-Hadid ini sejak awal mendiskusikan kekuasaan Allah SWT, kewajiban manusia untuk percaya pada qadha dan qadar-Nya serta berlaku adil dalam menegakkan kebenaran. Secara khusus, Allah SWT berfirman, “لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ” (QS: Al-Hadid 25) 
 
Artinya: “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menurunkan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia…”

Para ahli tafsir generasi awal, agak kesulitan menafsirkan kata “telah kami turunkan besi” pada ayat ini. Sebab, “nazala” tidak punya makna lain kecuali “turun”. Sementara, manusia mengambil biji besi (iron ore) dari perut bumi, bagaimana mungkin ia “diturunkan”. Dalam tafsir Jalalain, misalnya, disebutkan “sungguh telah kami kirim utusan kami (malaikat) kepada para nabi dengan dalil-dalil yang tegas. Dan telah kami turunkan kepada mereka al-Kitab (wahyu) dan kami ciptakan atau kami sediakan bagi manusia besi.”  Terlihat sekali, penulis tafsir Jalalain menghindari penafsiran “kami turunkan” besi dengan menggantinya menjadi “kami ciptakan”. Penafsiran yang mirip dianut oleh Imam As-Suyuthi, ar-Razi dan Ibn Katsir, termasuk terjemahan Departemen Agama. Hanya Ibn Abbas yang mengatakan, “besi diturunkan sebagaimana Adam diturunkan dari surga.”

Sesungguhnya, (biji) besi memang diturunkan Allah SWT ke muka bumi ini. Penemuan para ahli pada awal abad ke-delapan belas membuktikan itu. Biji besi (iron ore) adalah “benda langit” yang jatuh ke bumi lewat “hujan meteor”, entah berapa juta tahun silam. Apa yang menarik dari ayat tentang besi ini? Allah SWT mengingatkan kepada kita betapa pentingnya peran besi dalam peradaban manusia. Bahkan, turunnya besi disandingkan dengan turunnya kitab suci. Untuk itu, umat Islam wajib mempelajari besi sebagai bahan dasar pesawat terbang dan menguasai ilmu dirgantara, setelahnya.

Keempat: tentang sidik jari

Kini, setelah jenazah korban Air Asia ditemukan, kita sering mendengar istilah ante mortem dan post mortem untuk memastikan identitas jenazah. Menurut para ahli, selain gigi dan tes DNA, sidik jari adalah salah satu cara primer untuk memastikan identitas seseorang. Sumber dokter di Kompas TV, (saya lupa namanya) menyebutkan kemungkinan kesamaan sidik jari adalah satu dari dua miliar manusia. Namun, para dokter akan mengalami kesulitan melakukan identifikasi sidik jari bila mayat telah terendam di dalam air selama sekian hari.

Subhanallah, empat belas abad yang lalu, Allah SWT telah berfirman, “بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ” (QS al-Qiyamah:4). Berabad-abad lamanya, para ahli tafsir “bingung” menafsirkan ayat tersebut. Mengapa Allah SWT memberi contoh kemampuan-Nya dengan mengembalikan ujung jari manusia pada hari kiamat nanti? Bukankah ujung jari hanya contoh yang kecil. Karena itu, Imam Al-Qurtubi bahkan hanya menafsirkan, “jika pada pengembalian jari saja mampu dilakukan, maka demikianlah pada tulang-belulang.”
 
Penafsiran al-Qurtubi (dan para ulama tafsir lainnya) itu tentu tidak memuaskan. Namun, setelah Jan Evangelista Purkyně (1787–1869), seorang profesor anatomi dari Universitas Breslau, Republik Ceko, menemukan sembilan formula sidik jari, penafsiran ayat “sidik jari” ini menarik untuk dilakukan. Artinya, pada setiap manusia, sidik jarinya berbeda, dan Al-Quran telah menegaskan itu, yaitu bahwa pada saat kiamat nanti, ketika orang-orang kafir berkata, apakah mungkin Allah mengembalikan manusia sementara telah menjadi tulang belulang. Al-Quran menegaskan bahwa Allah bahkan mampu mengembalikan manusia kepada setiap sidik jarinya. Allahu akbar!

Demikian catatan singkat saya, semoga manfaat. Amin.

Cara Halal Memuaskan Suami Ketika Istri Haid

Ada seribu cara halal untuk memuaskan suami ketika sedang haid. Dengan cara ini, bisa menghindari suami melakukan masturbasi atau bahkan selingkuh.
Pertanyaan:
Bismillah… ustadz, bagaimana cara memuaskan suami ketika istri haid? bolehkah istri (‘afwan) memainkan penisnya hingga maninya keluar? Apakah ini termasuk onani atau tidak?
syukron
Dari: Ana

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Ada seribu cara untuk memuaskan suami ketika istri sedang haid. Karena islam tidak menghukumi fisik wanita haid sebagai benda najis yang selayaknya dijauhi, sebagaimana praktek yang dilakukan orang yahudi. Anas bin Malik menceritakan,

أن اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…
Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran, karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…” (HR. Muslim 302).
Dengan demikian, suami masih bisa melakukan apapun ketika istri haid, selain yang Allah larang dalam Al-quran, yaitu melakukan hubungan intim.
3 Macam Interaksi Intim Suami dan Istri Ketika Haid

Ada 3 macam interaksi intim antara suami & istri ketika haid:
Pertama, interaksi dalam bentuk hubungan intim ketika haid. Perbuatan ini haram dengan sepakat ulama, berdasarkan firman Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)

Orang yang melanggar larangan ini, wajib bertaubat kepada Allah, dan membayar kaffarah, berupa sedekah satu atau setengah dinar. Keterangan tentang ini bisa anda simak di: Hukum Berhubungan Badan setelah Haid Berhenti tetapi Belum Mandi Wajib

Kedua, interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu selain di daerah antara pusar sampai lutut istri ketika haid. Interaksi semacam ini hukumnya halal dengan sepakat ulama. A’isyahradhiyallahu ‘anha menceritakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي
Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)

Ketiga, interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu di semua tubuh istri selain hubungan intim dan anal seks. Interaksi semacam ini diperselisihkan ulama.

1. Imam Abu Hanifah, Malik, dan As-Syafii berpendapat bahwa perbuatan semacam ini hukumnya haram. Dalil mereka adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana keterangan A’isyah dan Maimunah.
2. Imam Ahmad, dan beberapa ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa itu dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3/205).
Diantara dalil yang mendukung pendapat kedua adalah
a. Firman Allah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Al-Mahidh..”
Ibn Utsaimin mengatakan,
Makna Al-Mahidh mencakup masa haid atau tempat keluarnya haid. Dan tempat keluarnya haid adalah kamaluan. Selama masa haid, melakukan hubungan intim hukumnya haram. (As-Syarhul Mumthi’, 1/477)
Ibn Qudamah mengatakan,
فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه
Ketika Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini dalil bahwa selain itu, hukumnya boleh. (Al-Mughni, 1/243)
b. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).
Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,
إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ
“Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)
Hubungan intim disebut dengan nikah, karena nikah merupakan sebab utama dihalalkannya hunungan intim.
c. Disebutkan dalam riwayat lain, bahwa terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga melakukan praktek yang berbeda seperti di atas.

Diriwayatkan dari Ikrimah, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أراد من الحائض شيئا ألقى على فرجها ثوبا
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak melakukan hubungan intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk memasang pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud 272 dan Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan: Sanadnya kuat).

Onani Bukan Solusi

Memahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu risau ketika istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan onani tanpa bantuan tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ( ) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)

Diantara sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas.
Allahu a’lam