Penghancuran Patung Kaum Tsaqif

Penghancuran patung milik kaum Tsaqif menunjukkan bahwa tak ada tawar-menawar dalam urusan akidah.

Rombongan delegasi kaum Tsaqif (penduduk Thaif) datang menemui Rasulullah Saw pada bulan Ramadhan tahun kesembilan Hijriyah. Delegasi dipimpin oleh Kinanah bin Abdu Yalil. Saat itu Rasulullah Saw, para sahabat serta tentara kaum muslimin baru saja sampai sampai di Madinah setelah menyelesaikan Perang Tabuk. Mereka mendatangi Rasulullah karena sudah tak sanggup lagi menghadapi orang-orang Arab di sekitar mereka. Karena semuanya telah berbaiat kepada Rasulullah dan masuk Islam.

Di Madinah, delegasi ini tinggal beberapa hari. Rasulullah menempatkan mereka di sebuah kemah di Masjid, agar mereka dapat mendengarkan kaum muslimin membaca Al Quran dan mendirikan shalat. Berkali-kali mereka mendatangi Rasulullah dan juga sebaliknya, Rasulullah mendatangi mereka untuk menyampaikan ajaran Islam. Dalam Tabaqat Ibnu Saad diceritakan bahwa Rasulullah mendatangi mereka setiap malam seusai Isya’. Beliau berdiri di hadapan mereka, menjelaska tentang ajaran Islam, hingga kedua kaki beliau letih.

Akhirnya, Islam merasuk ke dalam hati mereka. Sebelum menyatakan diri masuk Islam, Kinanah bin Abdu Yalil bertanya kepada Rasulullah Saw, “Bagaimana tentang zina? Sesungguhnya, kami adalah kaum yang suka bepergian sehingga kami tidak bisa lepas darinya?” Nabi saw menjawab, “Zina adalah haram. Allah telah berfirman, ’Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya ia adalah perbuatan yang keji dan jalan yang nista.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana tentang riba? Sesungguhnya seluruh harta kami berasal dari riba?”. Nabi Saw menjawab, “Kalian hanya boleh mengambil pokok harta kalian. Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana tentang khamr? Sesungguhnya, ia adalah perasan dari buah-buahan hasil pertanian kami yang tidak dapat kami elakkan?” Nabi Saw menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkannya.” Nabi Saw lalu membaca ayat yang mengharamkan khamr.

Ibnu Ishaq berkata, “Mereka juga meminta agar dibebaskan dari kewajiban shalat lalu dijawab oleh Nabi Saw, “Tanpa shalat, agama tidak memiliki kebaikan apapun juga.”

Setelah bermusyawarah, mereka kembali menemui Rasulullah Saw seraya menyatakan kesiapan mereka untuk menerima semua hal tersebut. Akan tetapi, mereka meminta agar berhala (Latta) yang pernah mereka sembah dibiarkan selama tiga tahun, baru kemudian boleh dihancurkan. Rasulullah Saw menolak permintaan ini. Mereka kemudian meminta tenggat waktu selama satu tahun atau kalau tidak selama satu bulan , tetapi Rasulullah Saw tetap menolak untuk memberikan tenggat waktu bagi penghancuran berhala tersebut. Ibnu Ishaq berkata, “Mereka meminta hal tersebut supaya terhindar dari gangguan orang-orang bodoh, kaum wanita, dan anak cucu mereka, disamping khawatir penghancuran tersebut akan menghambat masuknya Islam ke dalam hati mereka.”

Mereka kemudian berkata kepada Rasulullah Saw, “Kalau begitu, kamulah yang menghancurkannya. Kami tidak akan menghancurkannya selama-lamanya.” Rasulullah Saw menjawab, “Aku akan mengutus orang yang akan menghancurkannya.”  Akhirnya, mereka berpamitan kepada Rasulullah Saw. Mereka diijinkan pergi oleh Nabi Saw dengan diiringi penghormatan dan doa pelepasan. Utsman bin Abil Ash ditunjuk oleh Nabi Saw sebagai amir mereka mengingat kesunguhannya dalam ber-Islam. Sebelum pergi, ia telah mempelajari beberapa surat dalam Al Qur’an.

Setelah keberangkatan mereka, Rasulullah Saw memberangkatkan rombongan dibawah pimpinan Khalid bin Walid. Diantara rombongan terdapat Mughirah bin Syu’bah dan Abu Sufyan bin Harb guna menghancurkan berhala yang bernama Latta. Ketika berhala itu dihancurkan, para wanita Tsaqif keluar seraya menangis menyesali dan meratapi berhala itu. Ketika Mughirah memukul berhala itu dengan kapaknya, Abu Sufyan meledek, “Aduh, kasihan kamu,” seraya menirukan ratapan wanita-wanita Tsaqif terhadap berhala itu.

Ibnu Sa’ad berkata di dalam Thabaqat-nya meriwayatkan dari Mughirah, “Tsaqif kemudian masuk Islam. Aku tidak mengetahui kabilah Arab yang lebih kuat keIslamannya daripada i Tsaqif.”

Ibrah dari peristiwa ini menurut Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy dalam kitabnya, Fiqhus Sirah, adalah bahwa kewajiban penghancuran patung berlaku secara mutlak dan dalam segala keadaan, baik patung atau berhala itu disembah ataupun tidak, mengingat keumuman dalil yang menunjukkannya. Dalil lain yang menguatkannya ialah perintah Rasulullah Saw untuk menghancurkan patung-patung yang telah dikeluarkan dari Ka’bah, padahal patung-patung itu tidak disembah sebagaimana berhala-berhala yang lain. Ini juga menunjukkan haramnya membuat patung dalam berbagai bentuknya. Juga haram memilikinya dengan alasan apapun juga.Wallahu a’lam.

1 komentar

Unknown 22 Maret 2017 pukul 11.04

terima kasih kongsi ea

Posting Komentar