.jpg)
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir, mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak beragama dengan agama yang benar, (yaitu orang-orang) yang diberikan kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Q.S. At-Taubah: 29).
“Diwajibkan atas kalian berperang” (Q.S. Al-Baqarah: 216).
“Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan mengazab kalian dengan azab yang pedih (Q.S. At-Taubah: 39).
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka mendapatkan kekerasan dari kalian.” (Q.S. At-Taubah: 123).
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, tangan kalian dan lidah kalian.” (Diriwayatkan oleh Nasa’i).
Diriwayatkan dari Anas juga bahwa Nabi saw. bersabda: “Sepagi atau sesore di jalan Allah lebih baik dari dunia dan isinya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).
Bukhari meriwayatkan juga bahwa Nabi saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka berkata: Tiada Tuhan selain Allah.”
Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Anas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Jihad berlaku sejak Allah mengutusku sampai umat terakhirku memerangi Dajjal. Dia tidak dibatalkan oleh kelaliman orang yang lalim, dan tidak pula oleh penyelewengan orang yang menyeleweng.”
Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid, dia berkata: “Barangsiapa mempersiapkan seorang pejuang di jalan Allah, maka dia telah berperang. Dan barangsiapa menggantikan pejuang tersebut dalam keluarganya, maka dia telah berperang.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud).
Diriwayatkan dari Atha’ bin Yazid Al-Laitsi, bahwa Abu Sa’id Al-Khudri menceritakan hadits kepadanya. Dia berkata: Dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama?” Rasulullah saw. menjawab: “Seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwanya dan hartanya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).
Beliau saw. juga bersabda: “Barangsiapa mati, sedang dia belum berperang dan jiwanya belum berbicara tentang peperangan, maka dia mati di atas dahan kemunafikan.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Aufa, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Dan ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah naungan pedang.”(Diriwayatkan oleh Bukhari).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Seorang laki-laki di antara sahabat Rasulullah saw. berjalan melewati sebuah lembah yang di dalamnya terdapat mata air kecil yang segar. Lembah tersebut mempesonanya karena keindahannya. Maka, dia berkata: “Seandainya aku mengasingkan diri dari manusia, lalu aku tinggal di lembah ini. Tapi aku tidak akan melakukannya sampai aku meminta izin pada Rasulullah saw.” Lalu dia menceritakan itu pada Rasulullah. Maka, beliau berkata: “Jangan kamu lakukan. Karena, tinggalnya salah seorang di antara kalian di jalan Allah lebih baik dari shalatnya di rumahnya selama tujuh puluh tahun.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi).
Jihad adalah fardhu kifayah pada permulaan. Jika musuh menyerang, maka dia adalah fardhu ‘ain bagi orang yang diserang, dan fardhu kifayah bagi lainnya. Fardhu tersebut tidak tanggal sampai musuh dapat diusir, dan tanah Islam dapat dibersihkan dari kotorannya.
Makna keberadaan jihad sebagai fardhu kifayah pada permulaan adalah bahwa kita harus memulai menyerang musuh, meskipun dia tidak memulainya. Jika tidak seorang pun di antara kaum muslimin pada masa tertentu melakukan peperangan pada permulaan, maka semuanya berdosa karena meninggalkan itu.
Jika penduduk Mesir telah melakukan perang pada permulaan, maka fardhu tersebut tanggal dari penduduk Indonesia. Karena, benar-benar telah ada peperangan oleh kaum muslimin terhadap orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Sehingga, kewajiban jihad telah ditunaikan. Sedangkan jika perang antara kaum muslimin dan orang-orang kafir pecah, dan kifayah (kecukupan) tidak terpenuhi dengan perang yang dilakukan oleh penduduk Mesir saja, maka kewajiban perang tidak tanggal dari penduduk India dan Indonesia dengan perang yang dilakukan oleh penduduk Mesir dan Irak. Tapi perang tersebut wajib atas kaum muslimin mulai dari yang paling dekat dengan musuh, sampai kecukupan terpenuhi. Seandainya kecukupan tidak terpenuhi kecuali dengan seluruh kaum muslimin, maka jihad menjadi fardhu atas setiap kaum muslimin, sampai musuh dapat dikalahkan.
Keberadaan jihad sebagai fardhu kifayah bagi muslim adalah jika khalifah tidak menyuruhnya berangkat. Sedangkan jika khalifah menyuruhnya berangkat, maka jihad menjadi fardhu atasnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, kenapakah jika dikatakan kepada kalian: ‘Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah’, kalian merasa berat dan ingin tinggal di tempat kalian?” (Q.S. At-Taubah: 38). Juga, berdasarkan sabda Rasul saw.: “Jika kalian disuruh berangkat, maka berangkatlah.”
Makna kecukupan (kifayah) dalam jihad di negara Islam adalah bahwa jihad dilakukan oleh sekelompok orang yang perjuangan mereka mencukupi, baik mereka mendapatkan gaji untuk itu sebagaimana halnya pada masa Umar, atau mereka telah mempersiapkan diri mereka untuk berjihad dengan suka rela sebagaimana halnya pada masa Abu Bakar. Sama saja, baik yang pertama atau yang kedua, atau semuanya, jika musuh menyerang, pertahanan dapat diwujudkan dengan adanya mereka saja, maka jihad adalah fardhu kifayah atas mereka. Jika pertahanan tidak dapat diwujudkan dengan adanya mereka saja, maka khalifah mempersiapakan selain mereka untuk berjihad. Demikian seterusnya.
Makna keberadaan jihad pada permulaan bukanlah bahwa kita harus memerangi musuh secara langsung. Tapi musuh harus diseru terlebih dahulu kepada Islam. Tidak halal bagi kaum muslimin untuk memerangi mereka yang dakwah belum sampai kepadanya. Tapi orang-orang kafir haruslah diseru kepada Islam. Jika mereka menolak, maka mereka diwajibkan membayar jizyah. Dan jika mereka menolak, maka kita memerangi mereka.
Muslim meriwayatkan dari Sulaiman dari ayahnya, dia berkata: Dulu jika Rasulullah saw. mengangkat seorang pemimpin atas pasukan atausariyyah, beliau berpesan kepadanya dengan ketakwaan kepada Allah dalam dirinya sendiri, dan agar dia memperlakukan kaum muslimin yang bersamanya dengan baik. Lalu beliau berkata: “Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah. Perangilah orang yang kufur terhadap Allah. Berperanglah, jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong bagian tubuh, dan jangan membunuh anak kecil. Jika kamu menemui musuh orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada tiga pekerti (pilihan). Manapun di antara ketiganya yang mereka penuhi, maka terimalah dan berhentilah memerangi mereka. Serulah mereka kepada Islam. Jika mereka memenuhi seruanmu, maka terimalah dan berhentilah memerangi mereka. Lalu serulah mereka untuk berpindah dari tempat tinggal mereka menuju tempat tinggal kaum muhajirin. Dan beritahukanlah kepada mereka bahwa jika mereka melakukan itu, bagi mereka hak yang dimiliki oleh kaum muhajirin dan atas mereka kewajiban yang dimiliki oleh kaum muhajirin. Jika mereka menolak untuk berpindah dari tempat tinggal mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka menjadi seperti orang-orang muslim Badui; tidak berlaku atas mereka hukum Allah yang berlaku atas kaum mukminin, dan mereka tidak mendapatghanimah an fai` sedikit pun kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Jika mereka menolak, maka mintalah jizyah dari mereka. Jika mereka memenuhi permintaanmu, maka terimalah dan berhentilah memerangi mereka. Dan jika mereka menolak, maka mintalah bantuan Allah atas mereka dan perangilah mereka.”(Diriwayatkan oleh Ahmad).
Diriwayatkan dari Furwah bin Masik, dia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah aku (harus) berperang bersama kaumku yang memenuhi (dakwah) terhadap mereka yang berpaling?” Beliau bekata: “Ya.” Lalu ketika aku diberi kekuasaan, beliau memanggilku dan berkata: “Janganlah kamu memerangi mereka sampai kamu menyeru mereka kepada Islam.”
0 komentar
Posting Komentar