.jpg)
Bila hanya sekedar tawaran menteri dan reshuffle kabinet, mungkin akan dengan mudah ditolak Golkar. Akan tetapi bila tekanan pemerintah dilakukan lewat berbagai mega kasus pajak grup Bakri, yang nilainya sebanding dengan bailout Century, rasanya bukan masalah ringan bagi Golkar untuk dapat bertahan. Bagi Gerindra mungkin juga akan mudah menolak tukar guling kesimpulan Pansus Century dengan posisi Menteri Pertanian. Akan tetapi bila disodorkan berbagai kasus hukum yang akan melibatkan petinggi Gerindra, maka pilihan tersebut menjadi berat. Demikian juga tekanan terhadap PKS tidak akan kalah ringan. PKS kembali digoyang dengan tuduhan Letter of Credit (LC) fiktif yang menyangkut bisnis salah satu anggotanya, setelah isu gratifikasi tidak terbukti.
Wajar bila rakyat miris dan marah melihat perkembangan penuntasan skandal Bank Century karena kebijakan ekonomi pemerintah yang akan merugikan negara akhirnya justru dijadikan komoditas tukar guling dengan bisnis, jabatan dan kasus hukum. Bila kita menengok kebelakang, munculnya penyelidikan DPR atas kebijakan bailout Bank Century diawali dengan keputusan sidang paripurna terakhir dari DPR periode 2004-2009. Pada Akhir September 2009, paripurna DPR memberikan pekerjaan rumah bagi anggota DPR baru dan pemerintah SBY-Boediono untuk melakukan penyelidikan atas kebijakan bailout Bank Century yang menggunakan keuangan negara hingga Rp 6,7 triliun. Berdasarkan progress report (laporan sementara) BPK atas Bank Century, DPR menengarai adanya tindakan para pejabat yang bertindak melampaui batas kewenangannya.
Pelanggaran terbukti
Selama dua bulan Pansus Century bekerja, temuan BPK yang diikuti dengan pembentukan dan penyelidikan Pansus semakin membuktikan banyaknya kelemahan dan juga pelanggaran pada kebijakan bailout Bank Century dalam empat tahap proses bailout. Pertama, Bank Indonesia yang menyimpulkan Bank Century harus masuk pada pengawasan khusus dan akhirnya diputuskan menjadi bank gagal. Kedua, forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diketuai Menteri Keuangan dan beranggotakan Gubernur Bank Indonesia, yang membahas apakah kegagalan Bank Century terjadi akibat krisis atau perampokan. Dan kalau ditutup apakah akan menimbulkan dampak sistemik atau tidak. Ketiga, Komite Koordinasi (KK) yang juga diketuai Menteri Keuangan dan beranggotakan Gubernur Bank Indonesia, dan Komisaris LPS yang memutuskan Bank Century akan berdampak sistemik dan memutuskan untuk memberikan bailout.
Keempat, LPS yang bertanggung jawab untuk menyalurkan dana kepada Bank Century sebagai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pemerintah di Bank Century.
Dari penyidikan Pansus, pada keempat tahap tersebut jelas terlihat banyaknya pelanggaran hukum dan kesalahan kebijakan yang dilakukan. Di Bank Indonesia misalnya, terbukti telah terjadi ketidakhati-hatian BI dalam merubah Peraturan Bank Indonesia (PBI). Aturan dibuat agar Bank Century yang semula tidak layak mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) akhirnya dinilai layak yakni dengan merubah persyaratan modal (CAR). BI membiarkan Peraturan yang melarang bank yang sedang dalam pengawasan menyalurkan dana untuk pihak terkait (pemilik dan nasabah besar) dilanggar oleh Bank Century.
BI juga terbukti tidak memberikan data terbaru sebagai bahan untuk memutuskan bailout. Sulit untuk mengatakan bahwa Gubernur Bank Indonesia Boediono tidak bertanggung jawab dalam berbagai pelanggaran tadi.
Dalam rapat KSSK yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang memutuskan bailout Bank Century telah mengabaikan keberatan berbagai instansi yang menilai Bank Century tidak layak dikategorikan sebagai bank yang berdampak sistemik. Bahkan dalam penyelidikan Pansus banyak ahli membuktikan argumen KSSK (Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono) sangat lemah dan tidak beralasan. Satu hal penting lain yakni terbukti bahwa dalam rapat KSSK tidak pernah muncul alternative solusi lain kecuali bailout. Padahal banyak ahli menyatakan, untuk Bank Century yang size-nya sangat kecil terhadap industri perbankan (asset 0,72%, kredit 0,42% dan dana pihak ketiga 0,68%) dan tidak memiliki business linkage (keterkaitan bisnis yang dalam dengan industri bank dan non bank), ada pilihan kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh KSSK tanpa harus membebani keuangan negara. Seolah bailout Bank Century adalah satu-satunya jalan. Padahal tahun 2001 pada era Gus Dur, Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan pernah menyelamatkan Bank International Indonesia (BII) tanpa menutup atau membailoutnya sehingga tidak ada kerugian negara.
Mengapa KSSK tidak melakukan hal yang sama? Mungkin karena sebelumnya, pada 15 Oktober 2008, Bank Indonesia dan Pemerintah (Menteri Keuangan) telah merancang Perppu No. 4 Tahun 2009 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) sebagai ‘pengaman’ pejabat publik yang akan melakukan kebijakan penyelamatan bank. Disebutkan dalam pasal 29: “Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan/atau pihak yang melaksanakan tugas sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini”. Belum pernah ada peraturan sejenis yang menjamin pejabat publik tidak akan dipermasalahkan pada saat membuat kebijakan yang salah. Padahal kebijakan BLBI, Bank Bali, Bank Indover, dll, yang merugikan negara masih segar dalam ingatan masyarakat. Beruntung, pada tanggal 18 Desember 2008, Perppu No. 4 ini akhirnya dibatalkan oleh DPR. Sebagai konsekwensinya, penyaluran keuangan negara untuk penyelamatan Bank Century setelah Perppu ditolak, tidak memiliki dasar hukum.
Pada tahap ketiga yakni Komite Koordinasi (KK), institusi yang berhak menetapkan suatu bank berdampak sistemik atau tidak dan apakah akan diberikan bailout atau tidak, juga mengalami pelanggaran hukum. Menurut UU No. 24 Tahun 2004 Tentang LPS pasal 1 butir 9, hanya disebutkan akan ada KK. Tetapi lembaga tersebut harus dilahirkan dengan Keppres, tetapi ternyata KK belum pernah terbentuk. Oleh karenanya Pansus berkesimpulan bahwa PMS atau bailout bermasalah karena tidak ada dasar hukumnya. Tidak heran bila ketidakhati-hatian ini mengakibatkan penyaluran dana LPS mengalami banyak pelanggaran. Sebagai contoh, LPS merubah peraturan LPS (PLPS) sehingga membolehkan dana talangan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana Bank Century atau kebutuhan likuiditas lain selain untuk menambal modal. Dari laporan BPK, hal 8 dari bab Proses Penanganan Bank Century oleh LPS, disebutkan Ketua KK Sri Mulyani dalam rapat 3 Februari 2009 memahami dan mendukung langkah-langkah LPS dalam menangani Bank Century. Bila demikian sulit mengatakan Sri Mulyani tidak bertanggung jawab terhadap penyaluran dana bailout.
Pembenar atau kebenaran
Berbagai pelanggaran yang menyangkut tanggung jawab Boediono dan Sri Mulyani telah terang benderang. Namun, pada detik-detik terakhir justru temuan-temuan yang sangat penting dalam pengelolaan kebijakan sektor keuangan dan perbankan seolah dikesampingkan oleh pemerintah dan partai pendukung koalisi. Padahal, Presiden SBY pada awalnya merespon dengan baik rekomendasi sidang paripurna DPR 2004-2009. Bahkan mendukung pengungkapan skandal Bank Century hingga terang benderang. Wapres Boediono pun memaklumi langkah DPR dalam membentuk Pansus. Bahkan berjanji akan mendukung. Hal yang sama dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bahkan menantang DPR untuk membuka kasus ini dengan terbuka, ‘kalau memang ada silahkan sebut dimana dan berapa saya korupsi’.
Harus diingat bahwa dalam kasus Bank Bali, Gubernur BI ketika itu adalah tokoh bersih dan tidak menerima uang sepeserpun. Tetapi karena iming-iming akan diangkat kembali untuk 5 tahun berikutnya, maka dia menyetujui pembayaran tagihan inter-bank Rp 900 milyar tanpa verifikasi. Juga Gubernur dan Deputi-deputi Gubernur BI berikutnya juga tidak menerima uang, tetapi ingin mengamankan fungsi pengawasan bank, yang basah, dalam amandemen Undang-undang Bank Indonesia. Untuk mengamankan itu, digunakan Rp 100 milyar untuk menyogok anggota DPR. Dalam kasus-kasus tersebut tidak ada motif uang, hanya motif kekuasaan pribadi atau lembaga dengan cara merugikan negara dan memperkaya orang lain serta menabrak berbagai Undang-undang dan peraturan.
Sangat mungkin pengambil kebijakan bailout Bank Century motifnya juga bukan uang, sama dengan kasus Bank Bali dan Gubernur BI yang lebih terkait dengan motif kekuasaan. Namun, kesimpulan sementara menunjukkan kasus ini bahkan lebih dahsyat karena ada indikasi mengakibatkan memperkaya orang lain dan terjadi praktek pencucian uang. Upaya mengungkap skandal Century lewat terobosan politik hampir selesai dan memberikan gambaran yang lebih terang benderang bagi masyarakat. Kesalahan apa yang telah terjadi dan siapa yang harus bertanggung jawab. Mari kita tunggu apakah sidang paripurna DPR telah terkotori tekanan dan lobby sehingga rekomendasi DPR justru hanya merupakan ‘pembenaran’ sehingga membuat kasus Century kembali gelap. Ataukah DPR kali ini memang dapat menjadi harapan masyarakat sehingga berani mengunggkap ‘kebenaran’ dari skandal Century.
0 komentar
Posting Komentar